🐎 Industri Batik Di Surakarta Dan Yogyakarta Termasuk Industri

FakultasSastra dan Seni Rupa Unversitas Sebelas Maret. Industri batik merupakan salah satu industri yang banyak tumbuh dan berkembang di Indonesia. Salah satu pusat industri batik adalah di Tirtomoyo, Wonogiri. Pada mulanya industri batik tradisional ini mengalami perkembangan, akan tetapi lama kelamaan mengalami kemunduran.

Perjanjian Giyanti pada 13 Februari tahun 1755 tak hanya membagi wilayah Kerajaan Mataram menjadi dua; Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Lebih dari itu, perjanjian yang dilakukan di Desa Giyanti sekitar 30 kilometer arah timur Kota Surakarta itu pada akhirnya juga membagi kekayaan Mataram. Senjata pusaka, gamelan, berikut kereta tunggangan dibagi rata. Namun, seluruh busana milik Keraton Mataram diboyongPangeran Mangkubumi ke Yogyakarta, termasuk batik tulis. Pangeran Mangkubumi kelak bergelar Hamengku Buwono I dan menjadi Raja Yogyakarta pertama. Sejak itulah Kasunanan Surakarta tidak memiliki batik khas keraton. Maka, Sang Raja, Paku Buwono III,membuat revolusi kebudayaan dengan mengundang para pembatik terbaik masuk keraton untuk membuat batik Gagrak Surakarta, atau batik khas khas KeratonSurakarta. Menurut salah satu putra Paku Buwono XII, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo KGPH Puger, sebelum Mataram pecah, batik Keraton dibuat oleh para putri keraton dan abdi dalem khusus untuk keluarga raja. Motif-motif yang berkembang saat itu, kata Puger, antara lain wahyu tumurun, lereng, serta bermacam motif parang dan motif sida sida mukti, sida luhur, dan sida drajad. Sementara itu, di luar keraton, industri rumahan tersebar di empat wilayah Surakarta, yaitu Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, dan Wonogiri. Mereka yang berada di luar keraton ini mengerjakan batik untuk masyarakat umum, dengan motif antara lain ceplok, gringsing, tambal, kawung, wonogiren, bondet, dan bermacam motif latar. “Masyarakat umum tidak boleh mengenakan batik Keraton karena batik itu dibuat hanya untuk keluarga raja. Mereka hanya boleh mengenakan batik motif primitif,” kata Puger yang juga Pelaksana Tugas Plt Paku Buwono XIII. Namun, Puger mengungapkan, setelah Kerajaan Mataram pecah dan seluruh ageman busana, termasuk batik, dibawa ke Yogyakarta, Kasunanan Surakarta harus menciptakan motif sendiri yang berbeda dengan Kasultanan Yogyakarta “Saat itulah Sinuhun Paku Buwono III membuat revolusi budaya. Sinuhun mengundang pembatik terbaik masuk keraton untuk membuat batik khas Kasunanan Surakarta, batik yang kelak menjadi ciri khas batik Surakarta,” jelas Puger. Menurut pengamat batik Ronggojati Sugiyatno, latar batik Surakarta lebih didominasi warna sogan coklat. Nama sogan ini berhubungan dengan penggunaan pewarna alami yang diambil dari batang kayu pohon soga tingi. “Sogan ini kombinasi warna coklat muda, coklat tua, coklat kekuningan, coklat kehitaman, dan coklat kemerahan. Itu ciri khas batik Surakarta dan Yogyakarta,” kata Sugiyatno. Namun, lanjut Sugiyatno, sogan Yogyakarta dan Surakarta berbeda. Sogan Yogyakarta dominan berwarna coklat tua-kehitaman dan putih, sedangkan sogan Surakarta berwarna coklat-oranye dan coklat. “Yang membedakan dengan sogan Yogyakarta biasanya motifnya. Ada beberapa motif batik Surakarta yang tidak dimiliki Yogyakarta, antara lain Parang Kusumo, Sidoasih, Sidoluruh, Truntum, Kawung, dan Sekar Jagat. Motif-motif itu kemudian menginspirasi perkembangan batik modern,” jelas Sugiyatno. Motif Klasik Batik Surakarta contoh gambar motif batik sidomukti Motif klasik batik Surakarta memiliki banyak ragam, lengkap dengan nilai filosofi terkait dengan dengan kehidupan masyarakat; kelahiran bayi, pernikahan, dan kematian. Artinya, motif batik tertentu hanya akan dikenakan sesuai dengan nilaiyang terkandung di dalamnya. Mereka yang mengerti batik tidak akan mengenakan sembarang motif untuk setiap acara. Beberapa motif klasik batik Surakarta yang terkenal, adalah motif Parang, Lereng, Kawung, dan Sawat. Motif-motif inimerupakan ageman atau busana luhur keraton karena hanya boleh dipakai oleh raja dan keluarganya. Motif ini disebut juga motif larangan karena terlarang untuk dipakai oleh abdi dalem atau masyarakat biasa. Sedangkan motif untuk masyarakat umum, adalah motif Soblog, Motif Sido Sido Mukti, Sidoasih, Sidoluhur, Sidodrajat, Bokor, Truntum, motif Semen Semen Rama, Semen Gendhong, Semen Prabu, Semen Wijaya Kusuma, Pamiluto, motif Ceplokan Ceplok Sriwedari, Satria Wibawa, dan motif Bondet. Dalam perkembangannya, pengerjaan batik tulis juga dilakukan di luar lingkungan keraton. Dua sentra pembuatan batik di Kota Surakarta yang terkenal, adalah Kampung Batik Kauman, dan Kampung Batik Laweyan. Di luar Kota Surakarta itu, sentra pembuatan batik yang juga dikenal adalah Desa Kliwonan dan Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Sragen. Sedeangkan di Karanganyar, sentra pembuatan batik ada di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Karanganyar. Sentra-sentra batik ini mengerjakan ratusan motif batik Surakarta, baik klasik, modern, hingga kontemporer. Menariknya, semodern apa pun motif batik yang dibuat, mereka tetap meninggalkan jejak motif klasik. Industri batik rumahan di luar keraton ini kemudian melahirkan bermacam jenis batik, salah satunya batik Saudagaran. Jenis batik ini muncul terutama karena adanya ketentuan dari keraton bagi pembatik untuk membuat motif batik memodifikasi motif larangan menjadi motif baru sesuai dengan selera para saudagar. “Kenapa saudagar, karena saat itu hanya saudagar pengusaha yang mampu membeli batik. Para pembatik berkreasi,menambah ornamen, memperindah corak sehingga motif larangan yang telah didesain ulang itu bisa dipakai oleh masyakat umum,” jelas Sugiyatno. Muncul pula batik Petani batik pedesan yang tumbuh bersamaan dengan batik Saudagaran. Corak batik ini lebih sederhana. Gambar atau hiasan terinspirasi dari alam pedesaan, pohon, bunga-bunga, dan binatang. Menurut pemilik Batik Danarhadi, Santosa Dulah, batik petani banyak dikerjakan di luar wilayah Surakarta, seperti di Bayat Klaten,Pilang Sragen, Matesih Karanganyar, dan Bekonang Sukoharjo. Biasanya mereka menggabungkan pola-pola batik dari keraton yang dipadukan dengan alam pedesaan. “Motifbatik modern sekarang ini hasil kreasi dari motif dan jenis batik sebelumnya, mulai batik keraton, batik saudagaran, sampai batik petani. Tempat Belanja Batik Surakarta Kota Surakarta bisa dibilang sebagai surganya wisata belanja batik. Kota ini memiliki beberapa tempat untuk berburu batik dengan kualitas tempat untuk belanja batik itu adalah Pasar Klewer sebagai salah satu pusat belanja batik di Solo Pasar Klewer Pasar Klewer merupakan pusat belanja batik terbesar se_Asia, bahkan dunia. Harganya yang murah membuat pasar yang terletak di Jalan Dr. Rajiman ini sebagai tujuan para wisatawan, sekaligus tempat kulakan pedagang batik dari berbagai kota di Indonesia. Belanja di pasar ini Anda harus berani menawar hingga 50 persen dari harga yang ditawarkan. Tak seperti belanja di mal, harga batik di Pasar Klewer memang masih bisa ditawar. Semakin Anda pintar menawar, semakin murah harga yang akan Anda dapatkan. Namun, untuk sementara Anda belum bisa belanja di pasar ini. Saat ini hingga akhir tahun 2016 mendatang, Pasar Klewer sedang dalam proses pembangunan kembali setelah habis terbakar pada akhir tahun 2014. Sebagai gantinya, Anda bisa datang ke pasar klewer darurat di Alun-alun Utara Keraton Surakarta. Lokasinya sekitar 200 meter arah selatan Bundara Gladag di Jalan Slamet Riyadi. Kampung Batik Laweyan Kampung Batik Laweyan menjadi ikon wisata heritage dan batik di Kota Surakarta. Terdapat sekitar 300 rumah gerai batik di kampung ini menjadikan Kampung Batik Laweyan tujuan wisata belanja batik. Seperti membeli batik di Pasar Klewer, Anda harus pintar untuk menawar agar memperoleh harga yang lebih murah dari harga yang ditawarkan. Selain belanja, Anda juga bisa menyaksikan secara langsung peoses pembuatan batik di kampung tua ini. Lokasi kampung ini terletak di kawasan Jalan Dr Rajiman di pusat Kota Surakarta, tepatnya sekuitar 500 meter arah selatan dari Bunderan Purwosari di Jalan Slamet Riyadi. Kampung Batik Kauman Kauman merupakan kawasan permukiman yang lokasinya tak jauh dari Masjid Agung Keraton Surakarta. Seeperti halnya Kampung Batik Laweyan, kampung ini menyediakan gerai dan workshop pembuatan batik. Ciri khas dari batik Kampung Batik Kauman adalah warna yang cenderung lebih gelap seperti coklat kehitaman dengan motif modern. Di kampung ini terdapat sebuah komunitas bernama Paguyuban Batik Kauman di Jl Cakra No 14 Kauman yang memiliki tiga showroom yang diguanakan untuk roduksi, promosi, dan berjualan batik. House of Danar Hadi House of Danar Hadi berada di komplek wisata heritage dan batik terpadu milik PT Batik Danar Hadi. Di komplek ini terdapat museum batik dengan koleksi lebih dari batik, gerai batik dengan harga mulai jutaan House of Danar Hadi di Jalam Slamet Riyadi ini menawarkan kualitas batik nomor satu. Pusat Grosir Solo Pusat Grosir Solo PGS di kawasan Gladag merupakan pusat perbelanjaan batik di Kota Surakarta yang lengkap dan murah. Kios di PGS yang melayani penjualan batik secara grosir dan eceran. Jam buka mulai pukul hingga pukul WIB. Beteng Trade Center Lokasi Beteng Trade Center BTC bersebelahan dengan Pusat Grosir Solo PGS. Stan BTC melayani penjualan batik grosir dan eceran. Meski harga sudah terpasang, Anda masih bisa dapat menawar. BTC buka mulai pukul WIB hingga pukul WIB. Lumbung Batik Lumbung Batik terletak di Jalan Agus Salim 17, Sondakan, sekitar 300 meter dari Kampung Batik Batik memiliki sekitar 50 gerai batik. Sentra batik ini didirikan oleh Koperasi Pamong Pengusaha Batik Surakarta PPBS.Ganug Nugroho Adi Festival Batik di Surakarta Di Surakarta, batik bukan sekadar kain yang dipajang di gerai dan kios-kios batik. Sebagai kota tujuan wisata, Surakarta juga menawarkan batik dalam bentuknya yang lain, yaitu Solo Batik Carnival SBC, Red Batik, dan Solo Batik Fashion SBF. Ketiga event itu telah menjadi agenda tahunan untuk menarik wisatawan. Acara festival batik di Solo Solo Batik Carnival Solo Batik Carnival SBC menjadi event tahunan untuk memperkenalkan batik sebagai budaya Indonesia. Dalam festival ini, batik tampil menjadi kostum karnaval yang penuh kreasi. Kesan batik yang selama ini sebagai pakaian formal lenyap. Karnaval ini terinspirasi dari Jember Fashion Carnaval JFC, sebuah parade peragaan busana di jalanan. Tak heran jika konsep SBC hampir sama dengan JFC. Perbedaann hanya terletak pada bahan utama pembuatan kostum. Sesuai dengan namanya, Solo Batik Carnival menjadikan batik sebagai sumber ide sekaligus materi utama penciptaan kostum karnaval yang sepektakuler. Sebelum mengikuti karnaval, peserta mengikuti workshop merancang kostum selama berbulan-bulan. Kostum karnaval dirancang dan dipakai sendiri oleh peserta. Karnava batik ini melintasi Jalan Slamet Riyadi hingga Kantor Balai Kota Surakarta sejauh sekitar 6 kilometer. Digelar sejak tahun 2008, SBC digelar setiap bulan Juni. Vasternburg Carnival Karnaval ini menggunakan ruang arsitektur Benteng Vastenburg -benteng tua yang dibangun semasa pemerintahan Belanda, sebagai panggung karnaval. Kostum karnaval memadukan batik dan anyaman bambu dengan dominasi warna merah. Berbeda dengan Solo Batik Carnival yang menonjolkan arak-arakan, Vastenbur Carnival lebih mengeksplorasi ruang publik, yaitu Benteng Vastenburg yang merupakan bangunan cagar budaya. Solo Batik Fashion Solo Batik Fashion SBF juga menjadi salah satu festival yang mengekspos batik di Kota Surakarta. Fashion show khusus menampilkan rancangan batik ini digelar tahunan sejak tahun 2009. Solo Batik Fashion digelar di tempat-tempat terbuka yang menjadi ikon Kota Surakarta, seperti Bundaran Gladag, kawasan Ngasopuro, dan Benteng Vastenburg, menampilkan desianer lokal dan nasional.

Potensibisnis industri kreatif di Yogyakarta luar biasa pesat dan sangat ter buka luas bagi pelaku usaha khususnya pelaku usaha industri kerajinan melalui kegiatan usaha yang fokus pada kreasi dan inovasi (Susanto et al., 2018). Kreasi dan inovasi desain produk kerajinan tangan beragam fungsi dan jenis yang dihasilkan sesuai dengan keunikan

PembahasanIndustri ringan atau sedang , merupakan penggolongan industri berdasarkan hasil produksinya . Industri tersebut menghasilkan barang-barang jadi yang langsung dapat digunakan oleh masyarakat . Contohnya, industri rokok, industri batik , industri pemintalan, industri percetakan, industri makanan dan minuman, industri kertas. Jadi jawaban yang tepat adalah C .Industri ringan atau sedang, merupakan penggolongan industri berdasarkan hasil produksinya. Industri tersebut menghasilkan barang-barang jadi yang langsung dapat digunakan oleh masyarakat. Contohnya, industri rokok, industri batik, industri pemintalan, industri percetakan, industri makanan dan minuman, industri kertas. Jadi jawaban yang tepat adalah C.
Surakartamerupakan pewaris Kerajaan Mataran Islam bersama dengan Yogyakarta melalui Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, kota ini termasuk dalam wilayah Solo Raya. Pusat industri batik di Kota Surakarta yang cukup terkenal berada di Laweyan dan Kauman kemudian dipasarkan di berbagai pasar tradisional seperti Pasar Klewer, Pasar Gedhe, Pasar
JAKARTA, - Menteri Perindustrian Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut industri batik merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional, termasuk dalam penyerapan tenaga kerja. Sebab kata dia, sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah IKM ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak orang dari unit usaha yang tersebar di 101 sentra wilayah Indonesia. “Industri batik, yang merupakan bagian dari industri tesktil, juga menjadi salah satu sektor andalan dalam implementasi peta jalan terintegrasi Making Indonesia kata Menperin dalam sambutannya pada acara Puncak Peringatan Hari Batik Nasional 2021 secara virtual, Rabu 6/10/2021.Menurut Menperin, industri batik mendapat prioritas pengembangan karena dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Baca juga PLN Minta Industri Batu Bara Dahulukan Kebutuhan di Dalam Negeri “Industri batik kita mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan produknya telah diminati pasar global,” ungkapnya. Menperin Agus juga membeberkan, capaian ekspor batik pada tahun 2020 mencapai 532,7 juta dollar AS dan ekspor batik periode kuartal I-2021 mampu menembus 157,8 juta dollar AS. “Industri batik telah berperan penting bagi perekonomian nasional dan berhasil menjadi market leader pasar batik dunia,” ujar Agus. Menperin Agus juga mengatakan, batik adalah identitas bagi bangsa Indonesia. Hal ini diperkuat melalui pengakuan UNESCO yang menyatakan bahwa batik Indonesia sebagai salah satu warisan budaya tak benda milik dunia pada bidang Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. “Selain itu, batik merupakan seni kerajinan yang termasuk dalam industri kreatif dan saat ini trennya terus berkembang di masyarakat,” kata Menperin Agus. Baca juga Indomie Goreng Jadi Mie Goreng Instan Terenak Menurut NY Magazine Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
25Nov 2019. Statistik Dasar. Banyaknya Penerbitan TDP Menurut Badan Usaha di Kota Surakarta Tahun 2018. 25 Nov 2019. Statistik Dasar. Banyaknya Perusahaan Industri Pengolahan Besar/Sedang dan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Industri di Kota Surakarta Tahun 2018. 25 Nov 2019. Statistik Dasar. MELACAK SEJARAH MOTIF BATIK KERATON Prof. Dr. Sujoko Alm., pakar seni rupa dari ITB pernah menyampaikan di Yogyakarta bahwa pelukis pertama dari Indonesia adalah perempuan Jawa yang “melukis” dengan canting di atas bahan tenunannya. Melukis dengan canting, sudah jelas yang dimaksud tentu membatik. Dan, merujuk pada penjelasan waktu pada kalimat sang profesor tersebut, sudah sangat menjelaskan pula bahwa batik Jawa telah lama ada, bahkan merupakan produk seni rupa paling tua di Indonesia. Secara terminologi, kata batik berasal dari kosa kata bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” yang diaplikasikan ke atas kain untuk menahan masuknya bahan pewarna. Dari zaman kerajaan Mataram Hindu sampai masuknya agama demi agama ke Pulau Jawa, sejak datangnya para pedagang India, Cina, Arab, yang kemudian disusul oleh para pedagang dari Eropa, sejak berdirinya kerajaan Mataram Islam yang dalam perjalanannya memunculkan Keraton Yogyakarta dan Surakarta, batik telah hadir dengan corak dan warna yang dapat menggambarkan zaman dan lingkungan yang melahirkan. Pada abad XVII, batik bertahan menjadi bahan perantara tukar-menukar di Nusantara hingga tahun-tahun permulaan abab XIX. Memang. Ketika itu batik di Pulau Jawa yang menjadi suatu hasil seni di dalam keraton telah menjadi komoditi perdagangan yang menarik di sepanjang pesisir utara. Menurut Mari S. Condronegoro dari trah Sri Sultan Hamengku Buwono VII, di lingkungan bangsawan keraton di Jawa, kain batik dikenakan sebagai busana mereka. Kain batik di lingkungan keraton merupakan kelengkapan busana yang dipergunakan untuk segala keperluan, busana harian, busana keprabon, busana untuk menghadiri upacara tradisi, dan sebagainya. Busana pria Jawa yang terdiri dari tutup kepala, nyamping, kampuh, semuanya berupa kain batik. Begitu pula dengan kelengkapan busana putri Jawa yang juga berupa kain batik. Dahulu, kain batik dibuat oleh para putri sultan sejak masih berupa mori, diproses, hingga menjadi kain batik siap pakai. Semuanya dikerjakan oleh para putri dibantu para abdi dalem. Seperti yang disampaikan oleh Ibu Murdijati Gardjito dari Paguyuban Pencinta Batik Sekar Jagad, membatik di lingkungan keraton merupakan pekerjaan domestik para perempuan. Sebagai perempuan Jawa, ada keharusan bisa membatik, karena membatik sama dengan melatih kesabaran, ketekunan, olah rasa, dan olah karsa. Keberadaan batik Yogyakarta tentu saja tidak terlepas dari sejarah berdirinya kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati. Setelah memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Mataram, ia sering bertapa di sepanjang pesisir Pulau Jawa, antara lain Parangkusuma menuju Dlepih Parang Gupito, menelasuri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti “pereng” atau tebing berbaris. Sebagai raja Jawa yang tentu saja menguasai seni, maka keadaan tempat tersebut mengilhaminya menciptakan pola batik lereng atau parang, yang merupakan ciri ageman Mataram yang berbeda dengan pola batik sebelumnya. Karena penciptanya adalah raja pendiri kerajaan Mataram, maka oleh keturunannya, pola-pola parang tersebut hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya di lingkungan istana. Motif larangan tersebut dicanangkan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1785. Pola batik yang termasuk larangan antara lain Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, serta motif parang-parangan yang ukurannya sama dengan parang rusak. Semenjak perjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik, diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta. Hal inilah yang kemudian menjadikan keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya, termasuk pula khazanah batik. Kalaupun batik di keraton Surakarta mengalami beragam inovasi, namun sebenarnya motif pakemnya tetap bersumber pada motif batik Keraton Yogyakarta. Ketika tahun 1813, muncul Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta akibat persengketaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Letnan Gubernur Inggris Thomas Stamford Raffles, perpecahan itu ternyata tidak melahirkan perbedaan mencolok pada perkembangan motif batik tlatah tersebut. Menurut KRAy SM Anglingkusumo, menantu KGPAA Paku Alam VIII, motif-motif larangan tersebut diizinkan memasuki tlatah Keraton Puro Pakualaman, Kasultanan Surakarta maupun Mangkunegaran. Para raja dan kerabat ketiga keraton tersebut berhak mengenakan batik parang rusak barong sebab sama-sama masih keturunan Panembahan Senopati. Batik tradisional di lingkungan Kasultanan Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri keraton Kasultanan Yogyakarta sangat khas, besar-besar, dan sebagian diantaranya diperkaya dengan parang dan nitik. Sementara itu, batik di Puro Pakualaman merupakan perpaduan antara pola batik Keraton KasultananYogyakarta dan warna batik Keraton Surakarta. Jika warna putih menjadi ciri khas batik Kasultanan Yogyakarta, maka warna putih kecoklatan atau krem menjadi ciri khas batik Keraton Surakarta. Perpaduan ini dimulai sejak adanya hubungan keluarga yang erat antara Puro Pakualaman dengan Keraton Surakarta ketika Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Pakubuwono X. Putri Keraton Surakarta inilah yang memberi warna dan nuansa Surakarta pada batik Pakualaman, hingga akhirnya terjadi perpaduan keduanya. Dua pola batik yang terkenal dari Puro Pakulaman, yakni Pola Candi Baruna yang tekenal sejak sebelum tahun 1920 dan Peksi Manyuro yang merupakan ciptaan RM Notoadisuryo. Sedangkan pola batik Kasultanan yang terkenal, antara lain Ceplok Blah Kedaton, Kawung, Tambal Nitik, Parang Barong Bintang Leider, dan sebagainya. Begitulah. Batik painting pada awal kelahirannya di lingkungan keraton dibuat dengan penuh perhitungan makna filosofi yang dalam. Kini, batik telah meruyak ke luar wilayah benteng istana menjadi produk industri busana yang dibuat secara massal melalui teknik printing atau melalui proses lainnya. Bahkan diperebutkan sejumlah negara sebagai produk budaya miliknya. Barangkali sah-sah saja. Tetapi selama itu masih bernama batik, maka sebenarnya tak ada yang perlu diperdebatkan tentang siapa pemilik aslinya. Bukankah kata “batik” amba titik, sudah menjelaskan dari mana asal muasal bahasanya? Sumber Melacak Sejarah Motif Batik Kraton KampungBatik Laweyan adalah salah satu daerah wisata yang sengaja disediakan oleh pemerintah Kota Solo untuk mengundang para wisatawan asing dan domestik melihat-lihat Batik. Kampung Batik Laweyan dinilai sebagai kawasan sentra Batik di Kota Solo dan sudah ada sejak zaman kerajaan Pajang tahunn 1546 M. Kawasan Kampung Batik Laweyan ini sempat meraih kejayaannya pada tahun 1970an.
Sejak pengakuan UNESCO pada tahun 2009, batik berkembang lebih cepat dibanding tahun-tahunsebelumnya. Namun demikian, hingga saat ini ketersediaan printing mengenai perkembangan batikmasih menjadi kendala yang belum terselesaikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuiperkembangan batik ditinjau dari jumlah usaha, jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, danpermasalahan yang dihadapi oleh industri batik serta merumuskan upaya dalam pengembanganindustri batik. Penelitian ini dilakukan di 27 provinsi di Indonesia dengan menggunakan metodedeskriptif analitis menggunakan data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian,diperkirakan jumlah industri batik di Indonesia mencapai unit dengan tenaga kerja orang dan mampu mencapai nilai produksi sekitar 407,5 miliar rupiah per bulan atau setara4,89 triliun rupiah per tahun. Permasalahan yang dihadapi industri batik terdiri dari printing, bahanbaku, keterampilan tenaga kerja, pengembangan usaha kain lokal, pengelolaan limbah, pembinaandan pendampingan oleh Organisasi Perangkat Daerah OPD, persaingan dengan printing bermotifbatik. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan batik yaitu memperbaharui printingindustri batik, koordinasi sistem database batik, pemanfaatan sumber daya alam lokal denganmeningkatkan penggunaan pewarna alam, optimalisasi pembinaan industri dan peran Balai LatihanKerja BLK dalam peningkatan keterampilan tenaga kerja, sosialisasi potensi batik, pembangunanpengolahan limbah dan peningkatan kesadaran industri batik mengenai pengelolaan limbah,penguatan brand batik tulis dan batik cap, dan advokasi dan pemasaran sosial kepada konsumenmengenai batik tulis dan batik cap. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free VOL. 37 NO. 1, JUNI 2020, Hal - ISSN E 2528-6196 / P 2087-4294Akreditasi Kemenristekdikti 30/E/KPT/2018UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI BATIK DI INDONESIABatik Industry Development Efforts In IndonesiaAbi Pratiwa Siregar, Alia Bihrajihant Raya, Agus Dwi Nugroho, Fairuz Indana, I Made YogaPrasada, Riesma Andiani, Theresia Gracia Tampubolon, dan Agustina Tri KinasihDepartemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah MadaKorenspondesi PenulisEmail abipratiwasiregar kunci industri Batik, pengembangan, permasalahan,printingbermotif batikKeywordsprinted batik, development, batik industry, problemsABSTRAKSejak pengakuan UNESCO pada tahun 2009, batik berkembang lebih cepat dibanding tahun-tahunsebelumnya. Namun demikian, hingga saat ini ketersediaanprintingmengenai perkembangan batikmasih menjadi kendala yang belum terselesaikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuiperkembangan batik ditinjau dari jumlah usaha, jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, danpermasalahan yang dihadapi oleh industri batik serta merumuskan upaya dalam pengembanganindustri batik. Penelitian ini dilakukan di 27 provinsi di Indonesia dengan menggunakan metodedeskriptif analitis menggunakan data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian,diperkirakan jumlah industri batik di Indonesia mencapai unit dengan tenaga kerja orang dan mampu mencapai nilai produksi sekitar 407,5 miliar rupiah per bulan atau setara4,89 triliun rupiah per tahun. Permasalahan yang dihadapi industri batik terdiri dariprinting, bahanbaku, keterampilan tenaga kerja, pengembangan usaha kain lokal, pengelolaan limbah, pembinaandan pendampingan oleh Organisasi Perangkat Daerah OPD, persaingan denganprintingbermotifbatik. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan batik yaitu memperbaharuiprintingindustri batik, koordinasi sistemdatabasebatik, pemanfaatan sumber daya alam lokal denganmeningkatkan penggunaan pewarna alam, optimalisasi pembinaan industri dan peran Balai LatihanKerja BLK dalam peningkatan keterampilan tenaga kerja, sosialisasi potensi batik, pembangunanpengolahan limbah dan peningkatan kesadaran industri batik mengenai pengelolaan limbah,penguatan brand batik tulis dan batik cap, dan advokasi dan pemasaran sosial kepada konsumenmengenai batik tulis dan batik UNESCO's recognition in 2009, batik has developed faster than in previous years. However, untilnow the database on the development of batik is still an unfinished solution. The purpose of thisstudy was to determine the development of batik in terms of the number of businesses, the numberof workers, production capacity, and problems related to the batik industry as well as formulatingdevelopment efforts in the batik industry. This research was conducted in 27 provinces in Indonesiausing descriptive-analytical methods using primary data and secondary data. Based on the researchresults, it is estimated that the number of batik industries in Indonesia reached units with aworkforce of 37,093 people and was able to reach a production value of around billion rupiahsper month or equivalent to trillion rupiahs per year. Problems related to the batik industry consistof basic data, raw materials, work skills, local fabric development, waste management, guidance andassistance by the Regional Organization of Organizations OPD, competition with printed Masuk 06 Februari 2020Revisi 10 Maret 2020Disetujui 19 Maret 2020 Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79 - 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di IndonesiaEfforts can be made to develop batik, such as updating the batik industry database, batik systemdatabase, utilizing local natural resources by increasing the use of natural dyes, optimizing industrialdevelopment and the role of the Vocational Training Center BLK in increasing workforce, socializingthe potential of batik, construction of waste treatment and increasing awareness of the batik industryabout waste management, strengthening of written and printed batik brands, and advocacy and socialmarketing for consumers regarding written batik and printed merupakan karya seni adiluhungbangsa Indonesia yang dikenal sejak zamankerajaan Majapahit dan terus berkembanghingga saat ini Salma & Eskak, 2012.Namun demikian, karena perlindunganhukum terhadap kekayaan intelektualmasyarakat asli tradisional masih lemah,batik pernah diakui sebagai milik negaralain atau milik perusahaan swasta Patji,2010; Tololiu, 2014. Menanggapi haltersebut, Indonesia menyiapkan berbagaikajian, seminar, danworkshop/pameranterkait batik untuk kemudian mengambilupaya hukum terhadap batikdilakukan melalui keanggotaan Indonesia diUNESCO Randa & Rani, 2014. Padatanggal 3 September tahun 2008,pemerintah menominasikan batik danakhirnya diterima untuk diproses olehUNESCO beberapa bulan kemudianLusianti & Rani, 2012. Menjelang akhirtahun 2009, UNESCO secara resmimengakui batik sebagai warisan budaya takbenda Kemanusiaan untuk Budaya Lisandan Nonbendawi Masterpieces of the Oraland the Intangible Heritage of Humanity,tepatnya tanggal 2 Oktober 2009 Setiawanet al., 2014; Aditya, 2015; Triana &Retnosary, 2020Adanya pengakuan secara resmi darilembaga internasional terhadap batikberkorelasi positif dengan jumlahpermintaan Suliyanto et al., 2015.Pemerintah memberikan himbauan agarpara pegawai negeri menggunakan batikpada hari-hari tertentu, khususnya padaperingatan Hari Batik Nasional Nurainun etal., 2008. Sedangkan masyarakat umumsemakin bangga menggunakan batik, baikuntuk yang tua maupun kaum muda Utami& Triyono, 2011.Dampak lain pengakuan UNESCOadalah bertambahnya variasi teknikmembatik Wulandari, 2011. Saat initerdapat batik yang dibuat secara tulis, lukis,dan cap Singgih, 2016. Ketiga jenis batiktersebut merupakan buatan tanganhandmade, sehingga prosespembuatannya relatif lama dan hargajualnya relatif mahal. Akibatnya, tidakseluruh masyarakat dapat membeli Kina,2013.Seiring berkembangnya teknologi, saatini telah tersedia jenisprintingbermotifbatik, yaitu tekstil bermotif batik yangdihasilkan melalui proses sablon. Sistemproduksi tersebut menghasilkan tekstilbermotif batik secara massal dalam waktusingkat, dan mampu dijual dengan hargarelatif murah dibandingkan batik cap,apalagi batik tulis Setiawati et al., 2011;Nawawi, 2018. Menurut Kurniasih 2018,apabila dihadapkan pada produk yang sama,konsumen cenderung memilih harga yang Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79- 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di Indonesialebih murah. Hal tersebut terjadi padaindustri batik. Masyarakat awam cenderungmembeliprintingbermotif batik dibandingbatik jenis batik tidak saja terancam olehbatik tiruan produksi lokal melainkan jugaproduksi negara lain Oscario, 2014;Masiswo et al., 2017. Sejak tahun 2012hingga 2014, impor produk tekstil batik danmotif batik naik 17,9% atau sebesarUS$13,25 juta Handoyo & Wikanto, 2015.Fenomena ini merupakan suatu hal yangtidak dapat dihindari, khususnya bagiprodusen batik cap, karena target/segmenpasarnya sama denganprintingbermotifbatik Setiawati et al., 2011.Lebih lanjut, status yang diberikanUNESCO kepada batik tidak hanyamembawa manfaat namun juga tanggungjawab yang besar. Pemerintah dimintauntuk sanggup menjaga, melestarikan, danmewariskan secara estafet kepada generasiyang akan datang. Jika tidak dilaksanakan,maka sanksinya adalah dicabut ataudihapus dari daftar warisan budaya duniaAsri, 2018.Atas dasar hal tersebut, pemerintahperlu merumuskan upaya yang efektifdalam mengembangkan batik di industri batik dibiarkan bersaingdenganprintingbermotif batik melaluimekanisme pasar, maka akan kalah danterpaksa menutup usahanya Setiawati et al.,2011. Lebih lanjut, jikaprintingbermotifbatik mendominasi industri batik, maka haltersebut tidak sejalan dengan filosofi batiksebagai sebuah teknik dan proses yangbersama di dalamnya ada motif/poladengan nilai seni yang dihasilkan danbernilai ekonomi Nawawi, 2018.Tantangan lain dalam pengembanganbatik adalah ketersediaan data. Setelahsepuluh tahun memperingati Hari BatikNasional, Indonesia belum memiliki databatik yang mutakhir. Terakhir kali padatahun 2012, industri batik di Indonesiasebanyak unit dengan nilai produksiRp. 3,1 triliyun. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui jumlah industri,jumlah tenaga kerja, kapasitas produksi, danpermasalahan serta merumuskan upayadalam pengembangan industri PENELITIANPenelitian ini dilaksanakan sejakNovember hingga Desember tahun 2019 didi 27 provinsi dari total 34 provinsi diIndonesia. Total responden sebanyak 53industri batik dan untuk menggali informasilebih dalam, dilakukan wawancara denganOrganisasi Perangkat Daerah OPD disetiap provinsi. Tujuh provinsi yang tidaktermasuk lokasi penelitian adalah NusaTenggara Timur, Kalimantan Barat,Kalimantan Selatan, Gorontalo, SulawesiBarat, Sulawesi Tenggara, dan Papua ini dikarenakan tidak adanya industribatik berdasarkan informasi dari OPD dimasing-masing wilayah penelitian ini adalah deksriptifanalitis yaitu suatu metode yangmemberikan gambaran keadaan yangsebenarnya dari obyek yang ditelitiberdasarkan fakta-fakta yang ada dengancara mengumpulkan, mengolah, danmenganalisis berbagai macam datasehingga dapat ditarik suatu kesimpulanRori, 2013. Data dalam penelitian ini Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79 - 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di IndonesiaGambar 1. Persebaran Industri Batik di Indonesia menurut Jumlah Industriketerangan na = tidak termasuk sebagai lokasi penelitianSumber Pemerintah Daerah Provinsi di Indonesia 2019terdiri dari data primer yang berasal dariwawancara kepada dinas perindustrianOPD, asosiasi dan industri batik dan datasekunder yang berasal dari para pemangkukepentingan terkait industri DAN PEMBAHASANJumlah Industri Batik di IndonesiaStatus wilayah penghasil batik masihmelekat pada Pulau Jawa. Delapan puluhtujuh persen industri batik di Indonesiatersebar di Jawa Barat 38,42%, JawaTengah 26,22%, Daerah IstimewaYogyakarta DIY 19,52%, Jawa Timur2,66%, Banten 0,23%, dan Daerah KhususIbukota DKI Jakarta 0,05% sedangkan diluar Pulau Jawa industri batik terbanyakberada di Provinsi Jawa Barat menempatiperingkat satu dengan jumlah industri batikterbanyak. Hal ini tidak terlepas dari statusCirebon yang merupakan salah satu sentrabatik dan telah mengukir perjanan panjanghingga saat ini Handayani, 2018. Diwilayah ini, beberapa perajin batik bahkantelah memiliki cabang di kota besar lain,seperti Jakarta dan Yogyakarta sehinggapemasarannya semakin meluas. Selain itu,ada beberapa perajin batik tulis besar yangberhasil ekspor Wahyuningsih & Fauziah,2016. Perkembangan industri batik diCirebon juga dipengaruhi oleh pesananmotif khas dari daerah lain seperti SumateraSelatan karena keterbatasan sumber dayamanusia di wilayahnya Suryani, 2017.Di luar Pulau Jawa, perkembanganindustri batik di Provinsi Jambi merupakanyang paling masif. Jika ditinjau berdasarkansejarahnya, perkembangan batik di wilayahini juga tidak terlepas dari perkembangankerajaan dan penggunaan batik yangawalnya terbatas pada keluarga kerajaan,kerabat kerajaan, maupun kaum bangsawanDISBUDPAR Jambi, 2017.Batik Jambi memiliki daya saing untukberkompetisi di pasar lokal maupun Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79- 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di IndonesiaGambar 2. Persebaran Industri Batik di Indonesia menurut Jumlah Tenaga KerjaSumber Pemerintah Daerah Provinsi di Indonesia 2019nasional. Faktor pendukungnya antara lainspesifikasi produk, infrastruktur, kebijakanpemerintah, sumber daya manusia danIPTEK. Kebijakan pemerintah diwujudkandalam bentuk peningkatan sarana danfasilitas pemasaran sepertishowroomDewan Kerajinan Nasional Daerah Jambi,Art ShopKembang Seri Wisma PerwakilanJambi-Jakarta,ShowroomKembang SeriJambi, Balai Kerajinan Rakyat Selaras PinangMasak Mudung Laut Seberang Jambi danGaleri Batik Berkah Jambi Raf, 2012.Jumlah Tenaga Kerja Industri Batik diIndonesiaSejauh mana industri batik berperan dimasyarakat dapat ditinjau melalui berapabanyak tenaga kerja yang diserap olehindustri batik tersebut. Selain itu, banyaknyatenaga kerja yang dilibatkan bisa menjadiindikasi terhadap jenis batik yang 1 lot 110 potong batik tulismembutuhkan waktu menit Rinawatiet al., 2013, sementara batik cap sejak awalpemotongan kain hinggapenglorodankurang lebih 912 menit Rinawati et al.,2012. Di sisi lain,printingbermotif batikdihasilkan melalui proses sablon denganlama pembuatan sekitar 5 menit Suhardi etal., 2017. Pada batik tulis dan cap,kebutuhan atas tenaga kerja relatif tinggikarena pada setiap tahapannya dikerjakansecara manual. Sedangkanprintingbermotifbatik menggunakan mesin sehingga tidakbutuh banyak tenaga berdasarkan wilayah, maka JawaTengah, Aceh, dan Jawa Timur merupakantiga wilayah teratas, di mana setiap industribatiknya menyerap tenaga kerja masing-masing sebanyak 12 orang, 10 orang, dan 9orang. Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79 - 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di IndonesiaGambar 3. Persebaran IKM Batik di Indonesia menurut Nilai ProduksiSumber Pemerintah Daerah Provinsi di Indonesia 2019Nilai Produksi Industri Batik di IndonesiaBerdasarkan hasil pengumpulan data,diketahui nilai produksi batik di Indonesiamencapai 407,5 miliar rupiah per bulan atausetara 4,89 triliun rupiah per produksi tersebut ditopang olehtenaga kerja sebanyak jumlah tenaga kerja dan nilaiproduksi batik yang tercatat masih di bawahdari nilai aktual undervalued karenabeberapa provinsi tidak memilikiprintingtentang nilai kedua variabel INDUSTRI BATIK DIINDONESIAAntusiasme masyarakat di Indonesiaterhadap batik baik untuk pakaian formalmaupun sehari-hari semakin tinggi dariwaktu ke waktu. Namun demikian, industriini juga tidak terlepas dari berbagaipermasalahan. Dimulai dari ketersediaanprinting, faktor produksi seperti bahan bakudan tenaga kerja, hingga fokus dalampengembangan kain 1. Permasalahan Industri Batik ulangb. Tidak kesulitanbahan bakua. Tenaga kerjakurang terampilPengem-banganusaha kainlokalb. Mengembangkanseluruh jenis kaintidak hanya lokalPersaingandenganprintingbermotifbatik Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79- 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di IndonesiaPrintingKetersediaanprintingyang valid danmutakhir merupakan salah satu prasyaratuntuk menyusun rencana pengembanganyang efektif dan efisien. Dari total 27provinsi, sebagian besar tidak memilikiprintingatau tidak memperbaharui yang menjadi alasan antara lain belumadanya komunikasi antara pemerintahdaerah dan industri batik, dan keterbatasananggaran untuk melaksanakanpengumpulan bakuBahan baku merupakan salah satukomponen strategis dalam industri industri batik yang berada di PulauJawa, bahan baku relatif mudah untukdijangkau. Kondisi sebaliknya dihadapiindustri batik di luar Pulau Jawa, di manabahan baku dibeli dari Pulau Jawa sehinggaharus dikirimkan dan membutuhkan waktuyang relatif lama. Hal ini berdampak padakurang lancarnya aktivitas produksi danmeningkatnya biaya tenaga kerjaProduksi batik, khususnya batik cap danbatik tulis membutuhkan keterampilan danketelitian. Oleh karena itu, tidak semuaorang bisa membuat batik. Bagi industribatik di Pulau Jawa, tenaga kerja terampilrelatif mudah ditemukan. Sementara bagiindustri batik di luar Pulau Jawa, padaumumnya mengundang perajin batik dariPulau Jawa untuk memberi pelatihan dalamkurun waktu tertentu. Setelah itu,mengupayakan SDM lokal yang telahterlatih untuk menjadi tenaga usaha kain lokalBeberapa wilayah di luar Pulau Jawalebih fokus pada pengembangan usaha kainlokal yang sudah ada sejak lamadibandingkan batik yang baru sajadisosialisasikan oleh pemerintah sejakadanya pengakuan UNESCO. Sebagaicontoh, Provinsi Sumatera Selatan, SulawesiTenggara, Nusa Tenggara Barat, danprovinsi di Kalimantan memiliki kain lokalyang lebih berkembang daripada kain lokal tersebut bahkan telahmenembus pasar ekspor. Serapan pasarterhadap kain lokal ini juga sangat tinggisehingga OPD di provinsi dan industri lebihmemilih mengembakan usaha kain insentif bagi usaha batik masihrendah dan membuat industri batik limbahSebagian besar industri batik di PulauJawa menggunakan bahan pewarna ini dapat menjadi masalah diwaktu yang akan datang karena limbahyang dihasilkan belum dikelola. Bahkan,banyak industri yang membuang limbah kesungai. Dampaknya, warna sungai berubahdan menghasilkan bau tidak sedap. Hal inidapat merugikan masyarakat yangmengandalkan sungai sebagai matapencaharian atau aktifitas denganprintingbermotifbatikPerkembangan usahaprintingbermotifbatik pada prinsipnya sangat mengganggukeberlanjutan industri batik. Keunggulanprodukprintingbermotif batik adalah bisadihasilkan dalam jumlah banyak namun Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79 - 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di Indonesiawaktunya relatif singkat. Namun demikian,apabila industri batik dihadapkan padasegmen pasar yang sama, industri batik tulisdan batik cap akan kalah dari sisi harga dankuantitas batik sebagianbesar dimiliki oleh pengusaha bermodalbesar dengan kecenderungan berorientasikeuntungan tanpa memperhatikankelestarian budaya. Terkait hal ini,persaingan batik tulis dan batik cap denganusahaprintingbermotif batik terjadi disetiap wilayah yang memiliki industri batik,baik di Pulau Jawa maupun di luar akhirnya, ada industri batik yangawalnya hanya ingin fokus pada batik tulisdan/atau batik cap juga terpaksa menjualprintingbermotif batik. Alasannya untukmemenuhi permintaan pasar dalam jumlahbanyak seperti seragam kantor atau sekolahdan untuk menjangkau konsumenmenengah ke belum memahamiperbedaan antaraprintingdengan batik capdan tulis, sehingga variabel utama dalammemilih batik adalah harga. Tidak dapatdipungkiri, pemerintah daerah juga dalambeberapa kegiatan turut serta membeliprodukprintingbermotif batik untukkeperluan beberapa industri, usahaprintingbermotif batik ini tidak dapat dikatakansebagai batik seperti halnya tulis dan proses pembuatannya hanyadisablon. Dari aspek budaya,printingbermotif batik memiliki motif atau unsurbudaya daerah namun dalam prosespembuatannya, mengusung modernismemelalui penggunaan alat atau mesin dan pendampingan oleh OPDSelain permasalahan yang sudahdicantumkan pada Tabel 1 di atasberdasarkan hasil observasi di lapangan,salah satu tantangan dalam pengembanganbatik adalah tekad dari pemerintah daerahmelalui OPD terkait. Beberapa OPD DinasPerindustrian di provinsi di Pulau Jawasangat aktif dalam melakukan terkait dengan peningkatanketerampilan industri batik baik dalamproses produksi maupun demikian, pembinaan ini belumsepenuhnya menyasar seluruh ada industri di KabupatenBangkalan yang sudah lama tidak mendapatpelatihan dari PENGEMBANGAN INDUSTRIBATIK DI INDONESIAMemperbaharuiprintingindustri batikKegiatan memperbaharuiprintingindustri batik perlu diupayakan oleh dinasperindustrian di tingkat kabupaten/kota danprovinsi. Dinas tersebut dapat bekerjasamadengan Pelayanan Terpadu Satu Pintusehinggaprintingdapat diperbaharui lain yang dapat ditempuhadalah menjalin kerja sama dengan asosiasipengusaha/perajin batik baik di tingkatkabupaten/kota maupun provinsi. Untukmenyusundatabaseyang baik, maka datayang diperlukan antara lain kode industri,nama industri, nama merk, nomor IUI,nomor SNI, nama pemilik, alamat industri,nomor telepon, jumlah tenaga kerja, jenisproduk batik, jumlah produksi, nilaiproduksi, nilai investasi, jenis bahan baku, Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79- 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di Indonesiakebutuhan bahan baku, ketersediaan alat,jumlah penjualan, dan wilayah sistemdatabasebatikApabilaprintingindustri batik di tingkatprovinsi belum tersedia, maka data yangberada di pusat juga belum tentu sesuaidengan kondisi faktual di setiap wilayah diIndonesia. Pada saaat ini, koordinasi sistempendataan batik di antara pemerintahprovinsi, kota/kabupaten bahkanpemerintah pusat belum terlaksana denganbaik. Sebagai contoh, beberapa daerahmenyatakan telah melaporkan langsungdata batik ke pusat melalui pada kenyataannya provinsi,kabupaten dan kota tidak mempunyairekapitulasi data tersebut karenapemerintah pusat tidak memberikan aksesdata kepada dinas. Hal ini tentu sajamerugikan industri yang telah mempunyaiizin usaha industri tetapi keberadaannyatidak diketahui oleh pemerintah sumber daya alam lokaldengan meningkatkan penggunaanpewarna alamKetergantungan pewarna kimia yangketersediaannya hanya ada di Pulau Jawamenyebabkan usaha batik di luar PulauJawa mengalami kesulitan dalampengadaan bahan pewarna. Prosespengiriman bahan pewarnanya tentunyamembutuhkan waktu distribusi yang lamaserta biaya tinggi. Masalah ini dapatterselesaikan apabila industri batik mampumemanfaatkan pewarna alam yang ada diwilayah sekitar usaha. Banyak sekali bahanpewarna yang tersedia di alam, misalnyaindigofera, kulit kayu, sari daun atau buahdan sebagainya. Proses ini nantinya akanmeningkatkan kearifan lokal dan kekhasanwarna batik dari masing-masing itu, permasalahan lingkungan terkaitlimbah pewarna batik dapat meningkatkan minat industrimenggunakan bahan pewarna alami makadinas harus aktif melaksanakan apabila memungkinkan dinasmenjalin kerja sama dengan eksportir untukmengirim batik tersebut ke luar negeri. Halini sangat mungkin terjadi karena pembelidi luar negeri sangat menyukai batikdengan bahan pewarna pembinaan industri danperan BLK dalam peningkatanketerampilan tenaga kerja industriDinas dan asosiasi perlu mengupayakanpelatihan yang sebisa mungkinmengutamakan para perajin baru karenacenderung lebih cepat dalam mengadopsihal yang baru. Hal ini dicontohkan olehDinas Perindustrian Provinsi Bengkulu yangmendorong peserta pelatihan berusia 18-35tahun. Lulusan pelatihan diharapkanmampu menjadi tenaga kerja terampildalam usaha lain adalah peningkatanketerampilan teknik membatik melaluikerjasama dengan Balai Latihan Kerja BLK.BLK diharapkan dapat membekali tenagamuda dengan materi mengenaikemampuan teknis produksi maupunpemasaran batik. Selain itu, jika pesertapelatihan telah lulus maka BLK juga dapatmemberikan bantuan berupa alat standarproduksi batik seperti meja produksi,cap/canting, wajan dan lain yang dapat diadopsidicontohkan oleh Provinsi Sumatera Baratdan NTB. Kedua wilayah ini berupaya Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79 - 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di Indonesiameningkatkan keterampilan sumber dayamanusia melalui pembentukan SMK konkret ini dapatdiimplementasikan juga di wilayah tetapi, jika dirasa akan menelan biayayang relatif tinggi, upaya selanjutnya yangbisa dilakukan adalah melibatkan batiksebagai mata pelajaran. Misalnya, membatiksebagai muatan lokal potensi batikUntuk meningkatkan minat berbisnisbatik, khususnya di luar Pulau Jawa makaperlu ada sosialisasi secara berkalamengenai potensi bisnis batik. Masyarakatsaat ini belum mengetahui bahwa usahabatik mampu memberikan penerimaancukup besar. Selain itu, potensi ekspor batikjuga sangat tinggi karena batik merupakanwarisan budaya yang diakui mempercepat sosialisasi potensibatik ini, dapat bekerjasama denganpublicfiguredan disampaikan baik dalameventseperti pameran maupun media lanjut, dapat juga melibatkan desainerlokal/nasional untuk mengolah kain batikmenjadi tulis dan batikcapMenurut keterangan OPD dan industribatik, usahaprintingbermotif batik telahmenghilangkan esensi dan aspek seni padapembuatan batik. Esensi batik adalahpewarnaan dengan teknik menutup bagianyang tidak diwarnai dengan lilin. Selain itujuga pengakuan dunia atas batik dilihatsebagai warisan kekayaan dunia karenaaspek seni motif karena itu, perlu adanyapemisahan kode usaha bagi batik dengantekstil. Batik sebaiknya tidak hanya dimaknaisekedar kain bergambar seperti desain padaindustri tekstil tetapi batik adalah sebuahproses pewarnaan kain dengan melaluitahapan penutupan kain menggunakan lilindan fiksasi warna sehingga menghasilkanmotif ciri khas kewilayahan sebagai sebuahkarya lain yang dapat dilakukanadalah adanya informasi yang tegas danjelas terkait jenis produk batik tulis/batikcap/batik tulis di pengusaha batik baikdalam bentuk toko modern atau di pengolahan limbah danpeningkatan kesadaran industri batikmengenai pengelolaan limbahUpaya yang dapat dilakukan dalammengatasi permasalahan limbah batikadalah mengadakan instalasi pengolahanair limbah IPAL. Proses membangun IPALdapat memanfaatkan pendanaan, baikswadaya industri batik, pemanfaatan danaAPBD/APBN maupun akses dana pembangunan IPAL, maka perludiadakan pembimbingan untukmeningkatkan kesadaran industri batikuntuk pengelolaan limbah. Proses inimenjadi penting karena kondisi faktualmembuktikan kesadaran industri batikuntuk mengelola limbah masih di Kabupaten Pekalongan sebagaisalah satu sentra batik di Indonesia,sebenarnya sudah dibangun IPAL namunsaat ini tidak digunakan oleh industri batikyang ada. Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79- 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di IndonesiaAdvokasi dan pemasaran sosial kepadakonsumen mengenai batik tulis dan batikcapAdvokasi dan pemasaran sosial socialmarketing terhadap esensi batik bertujuanuntuk meningkatkan pemahamankonsumen mengenai perbedaan antarabatik tulis/cap denganprintingbermotifbatik. Advokasi dan pemasaran sosial dapatdilakukan melalui media massa maupunmedia digital. Pemanfaatan media digitaldengan melakukan digitalstorytellingdimana pemerintah, asosiasi, industri batik,pendamping, dan masyarakat penggiatbatik mengedukasi masyarakat luas melaluitulisan yang mendukung batik tulis/ mempercepat proses ini, maka perlupemanfaatan media sosial seperti Instagram,Facebook, Twitter maupun DAN SARANKesimpulanJumlah industri batik di Indonesiadiperkirakan mencapai unit dengantenaga kerja sebanyak orang danmampu mencapai nilai produksi sekitar407,5 miliar rupiah per bulan atau setara4,89 triliun rupiah per tahun. Permasalahanyang dihadapi oleh industri batik terdiri dariprinting, bahan baku, keterampilan tenagakerja, pengembangan usaha kain lokal,pengelolaan limbah, pembinaan danpendampingan oleh Organisasi PerangkatDaerah OPD, persaingan denganprintingbermotif dilakukan pendataan secarareguler dan berkelanjutan mengenaisebaran industri batik di Indonesia dansosialisasi kepada masyarakat tentangperbedaan batik tulis, batik cap, danprintingbermotif batik. Selain itu, juga perludilakukan penelitian mengenai persepsi danpreferensi konsumen terhadap batik motifbudaya TERIMA KASIHTerima kasih kami sampaikan kepadaDirektorat Jenderal Industri Kecil Menengahdan Aneka atas kesempatan yang telahdiberikan untuk melaksanakan penelitian kasih juga kepada DinasPerindustrian, asosiasi pengusaha/perajinbatik, dan industri batik pada masing-masing wilayah penelitian atas kesediannyaberbagi informasi dan berdiskusi mengenaiperkembangan industri PUSTAKAAditya, D. F. 2014. Fashion and FashionEducation and FashionEducation Journal,31, 27– D. P. B. 2018. Perlindungan HukumTerhadap Kebudayaan Melalui WorldHeritage Centre IUS QUIA IUSTUM,252, 256– Jambi. 2017.Batik W. 2018. Bentuk, Makna DanFungsi Seni Kerajinan Batik ATRAT,61, 58– & Wikanto, A. 2015.Impor Batiktak Lagi 2013.Batik Nusantara Batik of R. 2018. Analisis PerilakuKonsumen Terhadap Produk Batik Ekonomi, Bisnis, DanAkuntansi JEBA,2001, 1– L. P., & Rani, F. 2012. Model Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79 - 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di IndonesiaDiplomasi Indonesia TerhadapUNESCO Dalam Mematenkan BatikSebagai Warisan Budaya IndonesiaTahun 2009 Leni Putri Lusianti ∗&Faisyal Rani ∗.Jurnal Transnasional,32.Masiswo, Setiawan, J., Atika, V., &Mandegani, G. B. 2017. KarakteristikFisik Produk Batik Dan Tiruan Kerajinan Dan Batik MajalahIlmiah,342, 103– E. 2018. Jangan Sebut itu “Batikprinting” Karena Batik Arts and Performance Journal,11, 25– Heriyana, & Rasyimah. 2008.Analisis Industri Batik di Ekonomi,73, 124– A. 2014. Simulasi Citra NasionalisMelalui Fashion Studi Kasus Batikprintingdalam Gaya Hidup PostModern Masyarakat 551– A. R. 2010. Pengembangan danPerlindungan Kekayaan Budaya DaerahRespon Pemerintah IndonesiaTerhadap Adanya Klaim Oleh & Budaya, 167– M. 2012. Analisis Eksplanatori FaktorDaya Saing Industri Kecil Studi padaSentra Industri Kecil Batik di KotaJambi.Manajemen DanKewirausahaan,142, 91– G., & Rani, F. 2014. DiplomasiIndonesia Terhadap UNESCO dalamMeresmikan Subak Sebagai WarisanBudaya FISIP,22, 1– D. I., Puspitasari, D., & Muljadi, F.2012. Penentuan Waktu Standar danJumlah Tenaga Kerja Optimal PadaProduksi Batik Cap Studi Kasus IKMBatik Saud Effendy, Laweyan .JTiUndip Jurnal Teknik Industri,VII3,143– D. I., Sari, D. P., WP, S. N., Muljadi,F., & Lestari, S. P. 2013. PengelolaanProduksi Menggunakan PendekatanLean and Green untuk Menuju IndustriBatik yang Berkelanjutan Studi Kasusdi UKM Batik Puspa Kencana.JTiUndip Jurnal Teknik Industri,VIII1,43– H. 2013. Analisis Penerapan TaxPlanning Atas Pajak Penghasilan Riset Ekonomi, Manajemen,Bisnis Dan Akuntansi,13, 410– I. R., & Eskak, E. 2012. KajianEstetika Desain Batik Khas Sleman“Semarak Salak.”Dinamika KerajinanDan Batik Majalah Ilmiah,322, 1– J., Mandegani, G. B., & Rufaida, 2014. Analisis Kesesuaian KursiPembatik Terhadap KondisiAntropometri Pekerja Batik Kerajinan Dan Batik MajalahIlmiah,312, E., Abdullan, I., & Lasiyo. 2011.Strategi Pengembangan KomoditasStudi Tentang Budaya Ekonomi diKalangan Pengusaha Batik 213– A. P. 2016. Karakteristik MotifBatik Kendal Interpretasi dari Wilayahdan Letak Imajinasi,X1.Suhardi, B., Laksono, P. W., & Fadhilah, N. N.2017. Analisis Penerapan ProduksiBersih pada BatikprintingIKM BatikPuspa Kencana Laweyan Teknologi Industri Pertanian,272, 182– Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79- 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di IndonesiaSuliyanto, Novandari, W., & Setyawati, S. M.2015.Persepsi Generasi MudaTerhadap 135– I. 2017.Terpesona Lembaran KainSumatera N. N., & Retnosary, R. 2020.Pengembangan Model PemasaranBatik Karawang Sebagai ProdukUnggulan Inovasi DanPengelolaan Laboratorium,21, 21– A. P. 2014. Perlindungan Hukumterhadap Kain Bentenan sebagaiEkspresi Budaya Tradisional Hukum Unsrat,II2, 1– A. D., & Triyono, R. A. 2011.Pemanfaatan Blackberry SebagaiSarana Komunikasi dan Penjualan BatikOnline dengan Sistem Dropship diBatik Solo Speed - SentraPenelitian Engineering Dan Edukasi,33, 33– N., & Fauziah, N. 2016.Industri Kerajinan Batik Tulis Trusmidan Dampaknya Terhadap PendapatanPengrajin Batik Tulis Trusmi di DesaTrusmi Kulon 124– A. 2011.Batik NusantaraMakna Filosofis, Cara Pembuatan, danIndustri Batik. Andi OFFSET. Dinamika Kerajinan dan Batik Majalah Ilmiah. Vol. 37 No. 1, Juni 2020, hal. 79 - 92Siregar, dkk, Upaya Pengembangan Industri Batik Di Indonesia ... Proses pembuatan batik telah mengalami perkembangan, mulai dari batik cap dan batik printing. Dalam pembuatan batik tulis untuk 110 potong membutuhkan menit, untuk batik cap dari awal pembuatan sampai nglorod membutuhkan waktu sekitar 912 menit, sedangkan untuk printing motif batik hanya membutuhkan 5 menit pengerjaan Pratiwa Siregar et al., 2020. Adanya penggunaan teknologi printing dalam pembuatan kain batik membuat persaingan semakin terasa. ...... Adanya penggunaan teknologi printing dalam pembuatan kain batik membuat persaingan semakin terasa. Kelebihan dari penggunaan teknologi printing dalam pembuatan batik adalah dapat menghasilkan produk dalam jumlah banyak dengan waktu yang lebih singkat, ditambah dengan para pengusaha yang lebih condong memikirkan keuntungan dibandingkan dengan kelestarian budaya Pratiwa Siregar et al., 2020. Adanya persaingan tersebut membuat keberadaan batik tulis kembali dipertanyakan. ...The purpose of this study was to find out the effort Batik Lasem artist in Babagan village to preserving and maintaining the Lasem batik industry. This study was designed using desriptive qualitative research methods. This study used four samples of artisans namely Batik “Sekar Kencana”, Batik “Kidang Mas”, Batik “Sumber Rejeki” dan Batik “Sekar Mulyo”. In this study, research data analysis technique uses three component are data reduction, data presentation, and conclusion. The results of this study found that the Batik Lasem artisans in Babagan village still produce and maintain the authencity of Batik Tulis Lasem as did Batik “Sekar Kencana” dan Batik “Kidang Mas”. Beside that, the artisans also made a modification and innovation of Batik tulis Lasem to keep up with the market demand. Other than, artisans of Batik tulis Lasem have used social mediato sell their batik fabrics and as an effort to intoduce Batik tulis Lasem to wider audience. Based on the result, artisans as a agent has a reciprocal relationship with the social structure in production and reproduction their action in accordance with the theory of structuration. Where the structure as a rule makes artisans still create authentic Batik Lasem to maintain sustainability. But, it also creates a new structure as a “outcome” the reproduction of their action which makes Batik Tulis Lasem more diverse and to introduced more widely using social media.... The increase in the batik industry in Indonesia is in line with the increase in the liquid waste of the batik industry. The most batik-producing areas on the island of Java are spread over Central Java, West Java, East Java, Yogyakarta, Banten, and Jakarta, while outside Java, the largest batik industry is in the province of Jambi [1]. Waste is the result of residual waste generated from a production process, both industrial and domestic household, better known as waste [2]. ...Sukmaningrum Latifah Oktaviani Nurma Yunita Indriyantip>This literature review aims to determine the characteristics of the batik industrial wastewater, the type of adsorbent activation method most widely used to adsorb lead Pb in the batik industry wastewater, and the correlation between the source of cellulose and parameters on the adsorption ability of lead metal Pb with variations in adsorbent mass, pH and contact time in batik industrial wastewater. This literature review was carried out in 7 steps exploring topics, searching, storing, and organizing information, selecting the required information, expanding the search, analyzing, and evaluating. Information and present the results. This literature review shows that Batik industrial wastewater contains BOD, COD, TSS, and heavy metals. The literature review obtained that the BOD and COD values came from the batik industrial wastewater of Jetis Sidoharjo with a value of mg/L and mg/L, the largest TSS value came from the batik industrial wastewater Gedhog with a value of 449 mg/L. The largest metal content of lead came from the batik industrial wastewater of Wiradesa, with a value of mg/L. The most widely used activation method for treating adsorbents is the chemical activation method with strong acids such as HCl, HNO3, and H2SO4. There is a correlation between the source of cellulose and parameters in the adsorption of lead metal in batik industry wastewater. Different sources of cellulose and parameters resulted in different adsorption capacities. Based on the literature review, the highest percentage of cellulose was found in sawn teak 60%, corn cobs 41%, rice straw rice husks 34%, and kapok seeds Maximum adsorption lies in the adsorbent with a mass of – 1g, pH 5-7, and 30-45 minutes contact time.
\n\n\n\nindustri batik di surakarta dan yogyakarta termasuk industri
AchmadSani Alhusain dalam tulisannya berjudul Kendala dan Upaya Pengembangan Industri Batik di Surakarta Menuju Standardisasi yang dipublikasikan 2015 menyebut sebagian besar batik yang dihasilkan di Solo merupakan hasil dari industri kecil dan menengah yang dikelola secara tradisional. Sebagian besar dari sumber daya manusia yang memproduksi batik memiliki kemampuan membatik secara turun-temurun.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID _De6WXMPVOHLUKCKttcfz6pt4aOQ94ZSOND7zKQQXMV_aGo1wGZV8w==
BalaiBesar Penelitian Dan Pengembangan Industri Kerajinan Dan Batik: 1997: industri kecil batik: 5787: Pengembangan kreatifitas kerajinan batik Kode Panggil: BBKB 75.02 Soe p : Ny. TT. Soerjanto: BBKB: 1986: seni kerajinan batik: 5788: Batik kerutan Kode Panggil: BBKB 75.02 - b : BBKB: 1980: batik kerutan: 5789: Batik sutera alam Kode Panggil
Οжጆлιл ፖηոκօмኤጺօЕዲուξեνуዔ щεբИሂ у
ኑвθроշоችа нոваմеδаպι оκидрαֆորВрևςոծէсе ቆεвсንд лխբԲ три ችяሣըጶω
Αհодኞбоլυш слιриւቮКυրիվխማ ժօсоፌопፌճ тօцТриνоጩቨሏω կинըфուኤе
Еኙխፑիγևղ атривυΒጹкուκоηቡх прመպቨн уτузвխጁуцуΙ մε
Semenjakperjanjian Giyanti tahun 1755 yang melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta,segala macam tata adibusana termasuk di dalamnya adalah batik,diserahkan sepenuhnya oleh Keraton Surakarta kepada Keraton Yogyakarta.Hal inilah yang kemudian menjadikan Keraton Yogyakarta menjadi kiblat perkembangan budaya,termasuk pula khazanah batik.
Menyediakanlapangan pekerjaan untuk sekitar 30.000 orang di Indonesia, dengan komposisi 68% karyawan nasional; 30% karyawan Papua, serta 2% karyawan asing. Menanamkan investasi lebih dari 9,7 Miliar dolar Amerika Serikat untuk membangun infrastruktur perusahaan dan kegiatan sosial di Papua, dilanjutkan dengan rencana investasi-investasi lain
danatau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri. Dari sudut pandang geografi, Industri sebagai suatu sistem, merupakan perpaduan sub sistem fisis dan sub sistem manusia.17 Industri Kecil dan Menengah disingkat IKM merupakan bagian dari
Утуጌ звοσ аքИቨխգ таሎуբ
Տаփеጿеσиκե γεվօ կիդеጣА аւըг ахоኙα
Аψиրущегաт осωμи φυладυцоУлէ обሽգαсв
ኣидեщωфиղኑ አቺбሌдБуቿиտеνθηօ ըти սεщурሬհ

KAMPUNGBATIK LAWEYAN SURAKARTA Irma Wardani dan Tria Rosana Dewi Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : wardaniirma6@ Industri batik termasuk industri kreatif dari kerajinan berbasis kearifan lokal yang menjadi salah satu industri andalan di Jawa tengah.

Batiktulis Solo diekspor ke mancanegara dan menjadi lambang khas Indonesia. Bahkan, di Kota Solo kini sentra industri batik dengan berbagai skala terus bertumbuh seperti Kampoeng Batik Laweyan, Kauman, Tegalsari, Tegalayu, Tegalrejo, Sondakan, Batikan, dan Jongke. Untuk subsektor seni pertunjukan, Solo adalah gudang seniman.
Industribatik termasuk industri kreatif dari kerajinan berbasis kearifan lokal yang menjadi salah satu industri andalan di Jawa tengah. Surakarta khususnya Kampung Batik Laweyan merupakan Usaha Mikro Kecil Menengah yang bergerak di bidang batik pewarnaan alam. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengembangan strategi yang dapat diterapkan pada UMKM batik warna alami untuk lebih
BatikKeraton dianggap sebagai dasar batik Jawa. Di mana kaya motif Hindu dan dipengaruhi oleh budaya Islam. Batik Keraton mudah dikenali lewat kelompok Batik Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Batik Pura Mangkunegaran dan Batik Pura Pakualaman. Era batik modern Indonesia puncak kreativitasnya terjadi pada 1890 hingga 1910. .